The Unforgettable 17 Hours

*Tadinya ini mau dipost saat ulang tahun Dinara bulan lalu, tapi baru sempat sekarang :) Tak mengapa ya :D*

Groningen, xx Desember 2013

Sehari sebelum due date
Siang itu Saya teleponan dengan Bapak (waktu itu belum ada whatsapp call hehehe). 
Bapak : "Kapan due date teh?"
Saya : "besok, Pak."
Bapak : Oh, ya mudah-mudahan lancar." 
Due date

Hari itu ada jadwal pengajian silaturahmi bulanan deGromiest. Tapi saya dan suami tidak datang, niatnay sih mau jaga-jaga di rumah saja. Tapi setelah ditunggu kok saya gak ngerasa mules apa-apa. Hmm.. Tiba-tiba keinginan membuat kue tidak terbendung. Saya lihat ke dapur dan.. Ah, tidak. Bahan-bahannya habis. Saya keukeuh ingin buat kue hari itu sampai Suami geleng-geleng. Akhirnya sore itu kami berjalan kaki ke Winkelcentrum Paddepoel untuk membeli bahan kue. Suami sudah ada firasat sih, katanya "wah, jangan-jangan mau buat kue untuk bekal di rumah sakit nanti?"

Sehari setelah due date
Aneh sekali kok saya berada di Bandung (?) Saya tiba-tiba berada di depan rumah nenek dan seingat saya, saya sedang minum dan minumannya tumpah. Saya langsung terbangun. Olala, ternyata itu hanya mimpi. Saya melihat ke arah jam dinding dan jam menunjukkan pukul 05.00. Saya merasa ada sesuatu yang basah di dalam selimut. Yup, Air ketuban saya pecah! 
Saya : Ay, ini aku ketubannya pecah.
Suami : (masih setengah sadar). Apa? Ohh warna apa ketubannya?
Saya : Bening
Suami : Coba telepon bidan. 
Akhirnya saya menelepon bidan.
Saya: "Hello, blablablabkjhhihjkbfjkbiohogjbaf... it seems that my water broke"
Bidan:" hey Amalina, I was waiting for your call. Your due was yesterday, right. What is the color of the water? Any contraction?"
Saya : " No contraction and the water is clear"
Bidan : "All right, no worries. It is normal. Just wait until 9 am in the morning. If the water turns green or if you see any blood, call me immediately."
Baiklah. Tapi 10 menit kemudian ketuban saya jadi warna hijau dan juga ada bercak darah. Seketika saya panik. Saya pun menelepon Bidan lagi. Alhamdulillah tak lama kemudian Bidan langsung datang ke rumah. Sang bidan memeriksa saya dan juga detak jantung bayi. Tak lupa Beliau mengecek bekas air ketuban saya. 
Bidan : "You have to deliver your baby within 24 hours, at the hospital*. Which hospital do you want to go? Martini or UMCG? I will call them immediately."
*Defaultnya orang Belanda, kalau tidak ada masalah apa-apa ya lahirannya di rumah saja :)

Alhamdulillah bidan membawa mobil dan mengantar kami sehingga kami tidak perlu menyewa taksi untuk ke rumah sakit. Saya dan suami sudah menyiapkan koper sejak beberapa pekan lalu yang isinya perbekalan ke rumah sakit seperti baju ganti, baju bayi, dan yang lainnya. Kami pun tidak lupa membawa maxi cosi untuk bayi.

UMCG, Pukul 06.30 CET
Sesampainya di UMCG, saya diantar ke resepsionis dan suami sudah menyiapkan uang koin 2 Euro untuk menyewa kursi roda. Bidan pun mendorong saya yang berada di kursi roda sementara suami mendorong koper dan tas. Sesampainya di ruangan, saya heran. Mengapa ruangannya tidak sama dengan ruangan yang saya lihat ketika saya survey ruang bersalin. Saya tanya Bidan dan Beliau berkata "iya kamu harus melahirkan di ruangan khusus". Benar saja, ruangannya lebih besar :)


Di ruangan itu, hanya ada saya dan suami. Seketika saya merasakan kontraksi pertama. Ah, begini ya rasanya. Bidan pun memeriksa pembukaan dan uhhhhh saya sangat tidak suka, rasanya tidak nyaman :( setelah dicek ternyata baru pembukaan 1-2. Katanya sih pembukaan akan bertambah rata-rata 1 cm per jamnya. Baik, berarti kira-kira nanti siangan ya lahirannya, gumam saya dalam hati. Semakin kesini kontraksi semakin kuat. Saya langsung mengabari orangtua dan juga kakak saya, untuk meminta doa semoga persalinan dilancarkan. 

Pukul 09.00 CET
Bidan memeriksa kembali sejauh mana pembukaannya. Setelah dicek, sayang sekali pembukaannya masih 2. Tapi rasa mules sudah sangat "nikmat"..

Pukul 10.00 CET
Pembukaan dicek lagi, dan lagi-lagi masih pembukaan 2. Seharusnya sih minimal sudah pembukaan 4.  Bidan akhirnya memutuskan untuk menginduksi dengan hormon agar kontraksinya lebih kuat lagi. Saya sudah pasrah saja, yang penting bayi lahir sehat selamat. 

Pukul 12.00 CET
Tangan satu diinfus hormon, tangan yang lain dipasang alat lain. Perut juga diberi seperti belt untuk mengecek kontraksi dan memonitor keadaan bayi. Saya jadi tidak bisa kemana-mana bahkan untuk ke kamar mandi pun tidak bisa. Semakin kesini kontraksi semakin kencang. Saya sudah beberapa kali meremas-remas tangan suami saya dan tidak mau ditinggal sedikit pun. Bidan pun mengecek lagi pembukaan dan lagi-lagi, masih stuck di pembukaan 2. Bidan akhirnya merekomendasikan saya untuk menggunakan epidural karena kontraksi jalan terus sementara pembukaan berjalan lambat. Khawatirnya kalau terus-terusan begini, saya malah kehabisan energi sebelum ngeden. Suami saya menyetujuinya.

Baca juga : Maternity Care di Belanda 

Pukul 14.00 CET
Akhirnya setelah dua jam menunggu, dokter spesialis anestesi datang juga. Dua jam menunggu rasanya lamaaaaa banget karena rasa mulesnya sudah WOW dengan pembukaan masih disitu saja.  Jarum pun disuntikkan lewat punggung dan saya tidak merasa sakit, mungkin rasanya kalah dengan rasa sakit mules :) Yang saya ingat, dokter berkata "you are quite small". Setelah prosesnya selesai, masya Alloh, mulesnya hilang. Bukan kontraksinya sih yang hilang, tapi rasa sakitnya yang hilang. Saya tidak bisa merasakan apa-apa dari perut ke lutut saya. yaiya atuh Na, namanya juga dibius, what do you expect? Hehe.. Yang tadinya gak bisa senyum dan muka awut-awutan, saya langsung bisa senyum lebaaaaaar sekali. Saya sampai mengucapkan terima kasih berkali-kali pada dokter :) kemudian Bidan pun mengecek pembukaan lagi, dan Alhamdulillah sudah masuk pembukaan 3. Badan pun sudah cukup puguh dan akhirnya bisa makan sedikit :) 

Pukul 15.30 CET 
Saya mulai mual dan voila, entah berapa kali saya muntah. Tapi ya demi anak ya, habis muntah ya makan lagi aja terus tapi keluar lagi, tapi makan lagi hehe.. Kemudian.. ada beberapa suster datang ke ruangan dan berkata "maaf, Anda harus pindah ruangan." APA? atuhlah... Akhirnya saya dipindahkan ke ruangan lain, yang tidak kalah besarnya dengan ruangan sebelumnya. Beberapa saat kemudian, mules terasa lagi dan sangaaaaaat kuat. Bidan dengan sigap menghubungi dokter anestesi lagi.


Pukul 17.00 CET
Dokter anestesi pun datang. Tapi saya bingung, kok bukan yang tadi ya? Ah, mungkin shiftnya sudah ganti. Dokter mengira saya sedang bernyanyi padahal saya berdzikir dengan suara yang cukup keras, untuk menahan kontraksi yang demikian hebatnya. Epidural pun diberikan lagi dan Alhamdulillah, setelah dicek ternyata sudah pembukaan 5. Half way to go. Sesekali suster datang untuk mengecek ginjal saja. Olala, itu dia efek samping dari epidural, saya jadi gak tahu kapan harus buang air kecil sehingga saya harus dipasang kateter. Selain itu, bidan pun sudah mewanti-wanti ke saya dan suami
"Karena ketuban sudah berwarna hijau, jadi nanti sesaat setelah bayi lahir, bayi akan langsung dibawa ke ruang dokter anak ya untuk diperiksa. Kami ingin memastikan bayi Anda dalam keadaan sehat. Jangan khawatir ya." 
To make long story short..

Pukul 21.00 CET
Bidan : "It is already 10 cm. You have to push now."
Pukul 21.20 CET
Akhirnya, saya mendengar tangisan itu. Rasa bahagia dan haru jadi satu :') Bidan pun menawari suami untuk menggunting tali pusar sang bayi. Kemudian, bayi langsung dibawa ke ruang dokter untuk diperiksa. Dia menangis keras sekali. Suami pun turut pergi ke ruangan dokter anak dan masya Alloh tangisannya terhenti seketika saat sang bayi mendengar suara suami.
Alhamdulillah kondisi bayi sehat, dan bayi dibawa lagi ke pangkuan saya. Proses IMD dimulai sambil Bidan menjahit bekas lahiran. Tidak terasa apa-apa, tidak terasa sakit sama sekali. Masya Alloh Alhamdulillah, saya yang serta merta berdoa supaya lahiran gak sakit, memang lahiran tidak terasa sakit sama sekali. Setelah proses IMD selesai, barulah bayi diukur panjang dan beratnya.  Pada dasarnya jika kondisi ibu dan anak sudah sehat, maka rumah sakit akan langsung memperbolehkan ibu dan anak pulang. Namun, hari sudah cukup malam sehingga kami diperbolehkan menginap di rumah sakit. Kami pun pindah ke ruang inap dan istirahat. Bayi pun tidur satu ruangan bersama Ibu. Sementara Ayah tidur di sofa.


Esok harinya, pukul 08.00 CET
Suster datang mengecek keadaan kami dan berkata "sudah oke semua, kamu harus mandi ya. Terus jam 10 harus sudah pulang ya." Baiklah... Habis mandi dan juga beres-beres, kami pun langsung menelepon taxi dan memberi tahu kraamzorg untuk segera stand by di rumah.

Sesaat sebelum pulang, kami sempat meminta suster untuk memotret kami, hehe.. :)

Baca Juga : Cerita Menyusui dan Menyapih Dinara


Beberapa pekan sebelum due date, saya dan suami sepakat memberi nama anak kami dengan inisial DNA. Mengapa? Mungkin itu adalah irisan dari studi yang sedang saya dan suami tekuni saat ini. Saya yang sedang belajar biokimia dan suami saya yang mempelajari tentang polimer. nah, apa ya polimer dalam biokimia? Diantara polipeptida, DNA, atau RNA, Kami pilih DNA. DNA yang double stranded, stabil dalam kondisi ekstrim sekalipun dan tidak mudah terdegradasi. Terdengar cukup nerdy ya hehehe. Tak apa, supaya jadi kenang-kenangan buat Dinara kalau dulu Dinara dilahirkan saat orangtuanya sedang merantau untuk studi 😊 But anyway, dialah DNA kami, Dinara N. Adharis.

Terimakasih ya Nak.. Terimakasih sudah mengerti akan kondisi Ayah dan Ibu selama ini. Maaf kalau saat weekend dan hari libur Ayah atau Ibu kadang-kadang masih harus pergi ke Lab.. Terimakasih atas kooperativitasnya selama 5 tahun ini ya, Dinara sayang.  Maafkan Ayah dan Ibu yang kadang masih harus berkutat dengan thesis saat di rumah. Semoga Dinara semakin sholehah, menjadi penyejuk kedua hati Ayah dan Ibu, yang kaya akan ilmu, hati dan pengalaman. Semoga Dinara menjadi wanita yang bahagia hidupnya di dunia dan juga di akhirat nanti. aamiin aamiin aamiin.. Ibu dan Ayah sayaaaaang sekali sama Dinara :')

5 tahun kemudian. Ibu, DNA dan struktur molekul DNA :)
Foto diambil di Science Museum Nemo, Amsterdam, 2018.